Mendekatkan
diri kepada orang yang telah meninggal dunia dengan menyembelih binatang,
memberi uang dan ibadah-ibadah lainnya, seperti memohon kesembuhan, meminta
pertolongan dan kemudahan rezeki, termasuk perbuatan syirik yang dilarang dalam
agama. Karena syirik adalah perbuatan dosa yang paling besar. Allah berfirman, "Sesungguhnya
Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang
selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang
mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar" [An
Nisaa': 48] Dalam ayat lain, Allah juga berfirman, "Sesungguhnya
orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah
mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka"
[Al Maa-idah: 72] Dan firman Allah, "Seandainya
mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah
mereka kerjakan".[Al
An'am: 88]. Dan masih banyak lagi ayat-ayat lain yang mengungkap masalah ini.
Keikhlasan
ibadah baik berupa korban, nazar, doa, shalat maupun ibadah-ibadah lainnya,
semestinya hanyalah ditujukan kepada Allah semata. Allah berfirman,"Katakanlah:
"Sesungguhnya salatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah,
Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang
diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri
(kepada Allah)".[Al
An'aam: 162-163]
Adapun
membacakan surat Al-Fatihah dan surat-surat lain yang diniatkan sebagai hadiah
bagi orang yang telah meninggal dunia, tidaklah dianjurkan. Karena tidak ada
nas yang menganjurkannya. Maka sebaiknya ditinggalkan saja. Nabi dan para
sahabatnya pun tidak pernah melakukannya.
Namun
demikian, disyariatkan berdoa untuk mayit umat Islam, sedekah atas nama mereka
dengan jalan berbuat kebajikan kepada fakir miskin untuk mendekatkan seorang
hamba kepada Allah. Dan memohon kepada-Nya agar pahalanya diberikan kepada
orang tua, baik yang masih hidup atau yang telah meninggal. Sebagaimana sabda
Nabi, "Bila
seseorang meninggal dunia, maka putuslah segala amalnya kecuali tiga perkara;
sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat dan anak saleh yang mendoakan kedua orang
tuanya" (Diriwayatkan oleh Muslim)
Ditegaskan
pula dengan sebuah hadis sahih, bahwaseseorang
bertanya kepada Rasulullah, "Hai Rasulullah ibuku telah meninggal dan
belum sampai berwasiat tentang hartanya, aku kira jika berwasiat pasti akan
bersedekah. Jika aku sedekahkan atas nama ibuku, apakah ia akan mendapatkan
pahala". Rasul menjawab, "Iya".
Di antara
ibadah lain yang bisa diwakilkan adalah haji, umrah dan membayar utang.
Kesemuanya diperkuat dengan dalil yang sahih.
Berbuat
kebajikan kepada keluarga mayit, berupa sedekah harta atau korban, tidak
dilarang. Apalagi bila keadaan keluarga mayit miskin. Sebaiknya, sanak saudara
dan para tetangga membuatkan makanan di rumahnya untuk dihadiahkan kepada
keluarga mayit. Atas dasar, sebuah hadis yang menyebutkan, bahwa ketika
Rasul saw. menerima kabar gugurnya putra pamannya, Ja'far bin Abi Thalib pada
perang Mutah, beliau menyuruh keluarganya membuatkan makanan untuk keluarga
Ja'far. Beliau bersabda, "karena akan datang kepada mereka yang
menyibukkannya".
Adapun
keluarga mayit tidak diperkenankan membuatkan makanan untuk disuguhkan kepada
orang banyak dengan tujuan agar pahalanya sampai kepada mayit. Karena yang
demikian itu adalah kebiasaan jahiliah. Baik pembuatan makanan itu, pada hari
keempat, kelima dan awal tahun kematian. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh
sebuah hadis,
bahwa Jarir bin Abdullah Al Bajli ra. seorang sahabat Nabi berkata, "kami
berkumpul di rumah keluarga orang yang meninggal dunia dan membuatkan makanan
setelah penguburan mayit. Karena berduka cita".
Sedangkan
apabila seorang tamu datang untuk bertakziah, maka keluarga mayit boleh
membuatkan makanan untuk suguhan para tamu. Selain itu, diperkenankan pula
keluarga mayit mengundang tetangga, sanak famili dan siapa saja yang
dikehendaki, untuk makan bersama dari makanan-makanan yang telah dihadiahkan
kepadanya